Minggu, 09 Desember 2012

terjemahan jurnal


TRAUMA TUMPUL ABDOMEN : EMERGENSI SONOGRAFI YANG DIPERKUAT KONTRAS UNTUK MENDETEKSI CIDERA PADA ORGAN SOLID

OBJEkTIF : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan secara prospektif nilai diagnostik dari sonografi dan sonografi dengan kontras dan CT untuk mendeteksi cidera organ solid pada pasien dengan trauma tumpul abdomen.
SUBJEK DAN METODE : sonografi, sonografi dengan kontras, dan CT dilakukan untuk memeriksa kemungkinan cidera organ abdomen dalam 69 pasien yang secara hemodinamik stabil dengan trauma tumpul abdomen dan kecurigaan klinis yang kuat terhadap lesi abdomen. Temuan dari sonografi dan Sonografi diperkuat kontras dibandingkan dengan CT, mengacu pada teknik standar.
HASIL : 32 pasien mempunyai 35 cidera pada abdominal (10 lesi pada ginjal, 7 lesi pada hepar, 17 lesi pada lien dan 1 hematoma pada retroperitonial). 16 lesi terdeteksi pada sonografi dan 32 terdeteksi pada sonografi dengan kontras. Sensitifitas dan spesifisitas pada sonografi masing masing 45,.7% dan 91,8% dan nilai prediksi positif-negatif masing masing adalah 84,2% dan 64,1%. Sonografi dengan kontras mempunyai sensitifitas 91,4% dan spesifisitas 100% dan nilai perdiksi positif-negatif masing masing adalah 100 % dan 92,5%.
KESIMPULAN : ditemukan bahwa sonografi dengan kontras lebih sensitif daripada sonografi dan hampir sama sensitifitas dengan CT dalam mendeteksi lesi pada organ solid akibat trauma pada abdomen. Oleh karena itu, maka sonografi dengan kontras diajukan sebagai alat untuk memeriksa trauma tumpul pada abdomen.
Trauma tumpul abdomen mungkin memberikan ancaman yang muncul dengan cepat terhadap kehidupan pasien. Oleh karena itu dibutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat pula. Pemeriksaan klinis tidak selalu memberikan informasi yang cukup tentang keparahan lesi pada abdomen, maka sebuah alat diagnostik yang cepat dan dapat diandalkan dibutuhkan untuk mengetahui adanya lesi intra-abdomen. Teknik diagnostik yang tersedia termasuk di dalamnya diasnosis lavase peritoneal sonografi dan CT.
Sonografi untuk trauma abdomen pertama kali dideskripsikan pada tahun 1971 dan sebagai pemeriksaan screening primer untuk trauma abdomen pada hampir di semua pusat trauma di Eropa dan Asia serta dibeberapa pusat di Amerika Serikat. Kegunaan utamanya adalah untuk mendeteksi cairan bebas pada abdomen, dan sonografi mempunyai peran penting dalam mengevaluasi cairan pleural dan perikardial. Pemeriksaan ini diketahui oleh dunia dengan singkatan FAST (focused assessment with sonography for trauma). Keuntungan dari sonografi adalah tidak mengionisasi, mudah dibawa, serta akurat dalam mengeksklusikan cairan intraperitonial tanpa mengganggu resusitasi. Pada penelitian sebelumnya sensitifitas dari sonografi untuk mendeteksi cairan bebas abdomen sangat bervariasi dari 63 – 99% dan secara signifikan lebih rendah untuk lesi pada organ solid. Lebih jauh beberapa peneliti melaporkan bahwa 29 – 34% lesi organ solid bisa terjadi pada pasien trauma tanpa hemoperitonium. Oleh karena itu CT tetap menjadi standar radiologis untuk mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen. Pada tahun-tahun terakhir ini, sebuah teknik sonografi dengan menggunakan bahan kontras  telah dikembangkan menjadi sonografi yang diperkuat dengan kontras didasarkan pada software dan teknologi spesifik untuk kontras, yang dijalankan pada mekanikal indeks rendah, dan dapat menganalisis sinyal resonansi yang berasal dari bahan kontras generasi kedua tanpa gangguan dari buih, serta memperbolehkan real time sonografi secara terus-menerus saat perfusi vaskular bahan kontras. Sonografi dengan kontras telah dievaluasi dalam mendeskripsikan dari lesi hati fokal pada banyak pasien, dan kegunaannya dalam pemeriksaan pasien dengan trauma tumpul abdomen telah ditunjukkan.
Tujuan dari penelitian prospektif ini adalah untuk mencari kegunaan dari sonografi yang diperkuat kontras dalam mendeteksi lesi pada organ parenkim dengan trauma tumpul abdomen pada saat emergensi dan untuk membandingkan sonografi dan sonografi diperkuat kontras dengan CT sebagai gold standar.
Subjek dan Metode
Pasien
Antara kurun waktu juni 2002 dan juni 2004, 847 pasien dengan trauma tumpul abdomen dirawat di departemen emergensi pada level kedua kami. Semua pasien menerima pemeriksaan FAST saat kedatangan untuk memeriksa cairan bebas pada abdomen : 11 pasien (1,3%) dengan kondisi hemodinamik yang tidak stabil dan hemoperitonium segera dirujuk untuk tindakan bedah dan 767 pasien (90,5%) dengan temuan sonografi yang negatif, tidak ada kecurigaan klinis dari luka mayor, pemeriksaan fisik negatif, dan level hematokrit normal, diobservasi selama 12 =- 24 jam dan dipulangkan tanpa pemeriksaan pencitraan abdomen lebih lanjut.
Enam puluh sembilan (8,2%) pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil dengan kecurigaan klinis dari cidera organ solid abdomen atau hasil pemeriksaan FAST positif (atau keduanya) dilakukan pemeriksaan sonografi dengan kontras kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan CT. Hadirnya tanda klinis dari luka organ (seperti nyeri atau perubahan biokimiawi) atau tanda Blumberg secara berturut – turut terjadi pada 29 (42%) pasien dan 4 (5,8%) pasien.
Enam puluh pasien yang diperiksa terdiri dari 51 (73,9%) laki – laki dan 18 (26,1%) perempuan; umur rerata mereka adalah 38,4 ± 18,5 tahun (SD) (rentang 15 – 89 tahun). Trauma tumpul abdomen disebabkan oleh tabrakan antar kendaraan atau hasil dari trauma yang tidak disengaja, trauma saat bekerja, atau trauma saat olahraga, secara berurutan sesuai kasus jika dihitung menjadi 55,6%, 27,0%, 12,6% dan 4,8%.
Informed consent tidak secara rutin dilakukan untuk pemeriksaan FAST, tetapi hal tersebut selalu dilakukan pada saat ingin dilakukan pemeriksaan sonografi diperkuat kontras dan CT. Penelitian ini disetujui oleh dewan etik dari institusi kami.
Pemeriksaan Sonografi dan Sonografi dengan kontras
Pemeriksaan Sonografi dan Sonografi diperkuat kontras dilakukan oleh sonografer dengan pengalaman minimal 5 tahun. Pemeriksaan FAST dilakukan menggunakan mesin Esaote Caris Plus (Ansaldo) yang dilengkapi dengan 3,5 MHz curved-array probe. Protocol Sonografi trauma yang digunakan untuk semua pasien di penelitian ini terdiri dari evaluasi kuadran kanan dan kiri atas abdomen, epigastrium, paracollic gutters, rongga retroperitonium dan pelvis. Pemeriksa meminta kandung kemih masih terisi. Perhatian difokuskan pada kehadiran cairan bebas, dan organ abdomen juga di evaluasi untuk abnormalitas parenkim.
Penelitian sonografi diperkuat kontras dilakukan menggunakan mesin ATL HDI 5000 (keluaran 10,4, Philips Medical Systems) dilengkapi dengan 5 – 2 MHz curved array probe dan software contrast-specific yang beroperasi di mekanikal index yang rendah. Media kontras yang diberikan adalah SonoVue (BR1, Bracco), bahan kontras darah generasi kedua yang tersedia secara komersial di Eropa. Karena ketersediaannya di Italu, tidak ada autorisasi lebih lanjut yang dibutuhkan. SonoVue terdiri dari suspensi aqueous dari sulfur hexafluoride microbubbles dengan phospolipid bubble yang distabilkan yang mempunyai diametere dimana bisa melewati baik jalur pulmonari dan sinusoidal. Solubilitas yang rendah dari gas pada SonoVue dan resistensi tinggi dari pelapisnya terhadap efek mekanik dari gelombang ultrasonik memberikan bahan kontras ini durasi yang lama; oleh karena itu, sonography diperkuat kontras bisa digunakan untuk mengevaluasi semua jalur vaskular (seperti arterial, vena, maupun parenkim) pada waktu yang sebenarnya. Dengan menggunakan mekanikal index yang rendah, sinyal dari jaringan yang tidak bergerak hampir semuanya tertunda. Microbubbles yang memproduksi sinyal yang beramplitudo tinggi dalam parenkim yang mempunyai perfusi baik. Microbubbes dari bahan kontras sonography yang merefleksikan gelombang ultrasonik memancarkan harmoni pada dua kali frekuensi insonasi; sebuah tranducer spesial memerlukan tipe ini dari sinyal dengan memisahkan frekuensi dasar dari  harmonik yang kedua menggunakan fase pulsasi yang terbalik.
Untuk protokol kami, SonoVue diterapkan pada dosis awal yaitu 2..4mL untuk penampakkan organ kuadran kiri atas ( ginjal kiri dengan glandula adrenal dan limpa ), dan dosis yang kedua dari 2.4 mL disuntikkan untuk pemeriksaan dari kuadran kanan atas ( ginjal kanan dengan glandula adrenal, hati dan pankreas ). SonoVue disuntikkan secara intravena menggunakan kateter ukuran 20 diletakkan di vena antecubital dan segera disiram dengan 10 mL cairan salin (0.9% NaCl).
Pemeriksaan terakhir 4-6 menit, dan semua dicatat sebagai gambar yang bergerak di dalam CD.  Interpretasi dari penelitian ini disamakan dengan investigasi sebelumnya, pada dasar dari perubahan pada penambahan kontras di parenkim dengan dasar perubahan pada penambahan kontras di parenkim. Gambar statis juga diperoleh untuk mendapatkan pengukuran besar lesi dan hubungannya dengan strktur penting di sekitarnya seperti pembuluh darah dan kapsula. Berdasarkan dengan tujuan dari penelitian, pemeriksaan pada akhirnya direevaluasi dan dibandingkan dengan penemuan CT. Pemeriksaan CT kepada semua populasi penelitian, pemeriksaan CT dengan atau tanpa kontras dilakukan dalam 30 menit setelah sonografi diperkuat kontras. Semua pemeriksaan CT dilakukan oleh radiologis yang berpengalaman yang dibutakan dari hasil baik sonografi dan sonografi diperkuat kontras. Pemeriksaan CT dilakukan dengan unit single detektor ( emotion, simons medical solution ) dengan 5 mm collimation, kecepatan meja 7,5 mm/s dan 5 mm interval rekontruksi. Sebuah media kontras non ionik dengan dosis 150 mL  ( Iomeron, Bracco ) diinjeksikan dengan kecepatan 2 mm/s. Akuisisi delay
Semua hasil penelitian direkam pada CD untuk mempermudah reevaluasi. Lesi dinilai berdasarkan organ injury scale of the American Assosiation for the Surgery of Trauma.
Data dan Analisis Statistik
Untuk analisis statistik, penemuan pada sonografi ataupun sonografi diperkuat kontras dianggap positif jika abnormalitas parenkim bisa konsisten dengan yang diidentifikasi pada CT. Temuan positif sonografi dan sonografi diperkuat kontras dianggap positif sejati jika CT memperlihatkan bukti dari luka parenkim; temuan dianggap positif palsu jika tidak ada luka setelah dikonfirmasi dengan CT. Temuan negatif sonografi dihitung sebagai benar sejati jika temuan CT juga negatif dan pasien tidak mempunyai kejadian klinis yang tidak diinginkan; temuan dihitung sebagai negatif palsu jika CT menunjukkan luka pada parenkim.
Perlukaan pada organ solid pada sonografi dianggap jika terlihat area hiper/hipoekoid intra-parenkim atau distorsi dari struktur yang seharusnya mempunyai gambaran normal. Lesi non-traumatik, seperti kista simpel yang terlihat jelas yang memberikan diagnosis definitif pada sonografi, dianggap sebagai temuan negatif. Pada sonografi diperkuat kontras, perlukaan organ seperti kontusio yang terlihat sebagai defek vaskularisasi pada parenkim yang mempunyai perfusi baik terlihat sebagai area hipoekoik dengan batas yang tidak jelas. Penemuan dari area yang memiliki hipoekoik kuat disekeliling parenkim yang ekogenositas meningkat secara homogen dengan atau tanpa gangguan dari profil organ konsisten dengan gambaran laserasi. Absennya perfusi parenkim merupakan sebuah tanda dari syok hipovolemik atau perlukaan pada arteri. Ekstravasasi fokal dari bahan kontras menunjukkan adanya pendarahan yang aktif.
Pada akhir penelitian setiap pemeriksaan dievaluasi lebih lanjut untuk cairan bebas dan lesi abdomen oleh seorang ahli sonografi dan radiologis yang independen.
Sensitivitas, spesifitas, positif predictive value dan negatif predictive value dikalkulasi untuk sonografi dan sonografi diperkuat kontras dengan kalkulator bayesian.

HASIL
Kita memeriksa 69 pasien dengan riwayat trauma tumpul abdomen baik dengan sonografi, sonografi dengan kontras dan CT. Empat puluh pasien (20.3 %) menunjukkan sejumlah kecil cairan bebas pada parenkim organ yang tidak ada luka dengan menggunakan sonografi dan CT dan dianggap negatif pada penelitian ini. Tiga puluh tujuh pasien (53,6%) diperiksa menggunakan CT menunjukkan ketiadaan lesi pada parenkim. 32 pasien lainnya mempunyai 35 lesi pada organ solid dengan menggunakan CT. Luka ini terdiri dari 10 luka pada ginjal atau adrenal, 7 lesi pada liver, 17 lesi pada lien dan satu terdapat hematoma pada retroperitoneal.
Tabel 1 menunjukkan perbedaan hasil yang diperoleh menggunakan CT dan sonografi dengan kontras. Sensitivitas, spesifisitas, prediksi nilai positif dan prediksi nilai negatif dari sonografi dan sonografi dengan kontras dibandingkan dengan CT terdapat pada tabel 2.
Temuan Sonografi
Pemeriksaan FAST menggambar cairan bebas pada 24 pasien dari 30 pasien yang ditemukan cairan bebas dengan menggunakan CT (sensitifitas 80%). Luka pada organ solid terdeteksi dengan sonografi pada 16 dari 35 pasien yang terdeteksi dengan CT walaupun terdapat 3 positif palsu yang ternyata adalah angioma, 2 terdapat di hepar dan 1 terdapat di lien. Sonografi mempunyai sensitifitas sebesar 45,7% dan spesitifitas sebesar 91,8%. Sedangkan untuk nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif masing masing 84,2% dan 64,1%. Sonografi mampu menunjukkan 4 dari 7 lesi pada hepar dengan sensitivitas 57,1%, juga mampu menunjukkan 8 dari 17 lesi pada lien dengan sensitivitas 47,1% serta mampu menunjukkan 4 dari 10 lesi pada ginjal dengan sensitifitas 40%.      
Temuan Sonografi yang Diperkuat Kontras
Luka pada organ solid dapat ditemukan menggunakan sonografi pada 32 dari 35 lesi organ solid dengan sensitifitas sebesar 91,4%, spesifisitas 100%, dan nilai prediksi positif-negatif masing masing 100% dan 92,5%. Sonografi dengan kontras telah dapat menemukan 7 dari 7 lesi pada hepar dengan sensitifitas 100%, juga mampu menemukan 17 dari 17 lesi pada lien dengan sensitifitas sebesar 100%, dan 8 dari 10 lesi pada ginjal atau adrenal dengan sensitifitas sebesar 80%. Hal ini masih memungkinkan diagnosis yang tepat dalam temuan sonografi adlah positif palsu. Bagaimanapun, 2 dari lesi pada ginjal dan perdarahan retroperitoneal masih terjadi kesalahan.
Temuan CT
CT menunjukkan cairan bebas pada 30 pasien dan 35 lesi abdominal yaitu 7 hepar, 17 lien, dan 10 ginjal dan satu hematoma pada retroperitoneal. 16 kasus diterapi dengan pembedahan, 2 telah terjadi emboli dan 17 menerima terapi konservatif.
Diskusi
CT adalah teknik pemeriksaan gold standart pada pasien dengan riwayat trauma karena panoramic yang di miliki CT serta tingkat sensitivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sonografi. Walaupun sonografi secara luas digunakan sebagai pilihan dalam teknik screening dibeberapa pusat penanganan trauma. Sonografi telah diakui teknik imaging yang pertama karena cepat dan non-invasif, dapat dilakukan langsung di samping tempat tidur pasien, serta tidak mengganggu usaha resusitasi yang dilakukan pada pasien. Sonografi juga mudah di ulang dan relatif tidak mahal secara ekonomis. Sonografi terbukti handal dalam menunjukkan cairan bebas pada retroperitoneal. Sebuah review dari literatur  menyatakan bahwa sonografi merupakan teknik yang hebat untuk memvisualisasikan hemoperitoneum dengan sensitifitas sebesar 63-99%. Keterbatasan utama dari sonografi adalah dalam menampilkan lesi pada parenkim.
Kemampuan dari sonografi untuk  menampilakan cedera pada organ itu bervariasi bergantung pada lokasi lesi tersebut. Dalam mendeteksi cedera lien, sonografi mempunyai sensitifitas bervariasi dari 27 sampai 68,6%. Permukaan hepar yang lebih luas serta gampang ditemukan sehingga sonografi dalam mendeteksi lesi pada hepar mempunyai sensitiftas antara 51% - 87,5% dalam penelitian yang berbeda. Bagaimanapun untuk mendeteksi cedera pada ginjal atau adrenal, sonografi mempunyai sensitifitas yang rendah.
Dalam penelitian kami, sensitifitas dari sonografi dalam mendeteksi cidera pada organ solid sebesar 45,7%, lebih tinggi dalam mendeteksi cidera pada hepar dan lien  yang masing masing sebesar 57,1% dan 47,1%, lebih rendah dalam mendeteksi cidera ginjal yaitu sebesar 40%. Pada sonografi yang menggunakan kontras, terdapat 3 hasil positif palsu yang ternyata merupakan hepar dan lien angioma. Dalam penelitian kami, sonografi tidak dapat memperlihatkan secara memuaskan parenkim kecil yang mengalami cidera atau yang melibatkan struktur utama seperti pembuluh dalam dan kapsul.
Kehadiran agen sonografi dengan kontras dan aplikasinya dalam mengevaluasi cidera pada hepar telah membuat peralatan baru untuk melacak trauma parenkim pada abdomen. Catalano et al telah memperlihatkan bahwa sonografi dengan kontras merupakan alat yang mampu mengevaluasi trauma tumpul pada lien dan lebih akurat dibandingkan dengan sonografi standar termasuk lebih baik dari CT. Seperti hasil dari Catalano et al, penelitian ini juga menunjukkan hasil yang bermanfaat dari penggunaan sonografi dengan kontras dalam mendeteksi trauma pada organ yang solid yang lebih akurat jika dibandingkan dengan sonografi. Dalam penelitian kami, merupakan sebuah fakta, sonografi dengan kontras memperlihatkan cidera pada parenkim organ yang tidak dapat terlihat dengan menggunakan sonografi. Oleh karena itu menjadikan lebih percaya dalam memeriksa pasien dengan riwayat trauma. Sensitifitas sonografi dengan kontras berkisar antara 45,7%-91,4%. Sonografi dengan kontras menjadikan lesi yang terbatas lebih mudah didefinisikan serta parenkim yang normal bahkan kapsul yang sangat penting dalam mengevaluasi tindakan pembedahan. Bahkan lesi yang sangat halus, kususmya di lien, menjadi bukti setelah menerima agen kontras. Lebih lagi, sonografi dengan kontras memperlihatkan beberapa angiografi yang tidak terpikirkan dalam sonografi, seperti kontras pada medium ekstravasasi, infark parenkim serta avulsi pedicle vaskuler. Deteksi tanda tanda ini, yang sebelumnya merupakan suatu keunikan pada CT menggunakan kontras menjadi penting untuk kelanjutan terapi pada pasien. Kemungkinan kemungkinan menjadi penting dan dapat diterapkan dengan teknik baru ini.
Cidera parenkim solid yang lolos dari deteksi sonografi dengan kontras dan tampak pada CT adalah satu kasus hematoma retroperitoneal dan 2 kasus cidera ginjal. Menampilkan sisi ruang dari retroperitoneal sangat susah untuk ditelusuri menggunakan kedua sonografi dan juga sonografi dengan kontras. Area ini dapat digambarkan dengan hanya pada kesempatan langka ketika cairan terkumpul di dalam ruangan peritoneal. Untuk mendeteksi cairan ini, CT masih merupakan pilihan yang di anjurkan. Bagaimanapun hematom retroperitoneal memerlukan perawatan bedah.
Terdapat dua kasus pada ginjal yang gagal dideteksi melalui sonografi dengan kontras, walaupun ginjal merupakan organ yang sangat mudah ditemukan dan terlihat jelas pada sonografi dengan kontras; dalam kasus ini terdapat dua lesi yang tidak tampak karena mereka sangat kecil dan merupakan cidera derajad rendah (derajad II pada CT) dan pada saatnya pemeriksaan ulang, dua lesi ini akan menyembuh tanpa pengobatan. Maka dari itu fakta bahwa lesi tidak terdeteksi dalam sonografi dengan kontras tidak menjadikan perubahan manajemen pada pasien yaitu dengan terapi konservatif pada semua kasus.
Tidak seperti temuan yang dilaporkan oleh Poletti et al, tidak ada lesi mayor (CT derajad III atau lebih) yang gagal ditemukan dengan sonografi dengan kontras di dalam penelitian kami. Ini dapat di mungkinkan karena dalam penelitian kami digunakan sonografi yang lebih ditingkatkan.
Dasar hasil penelitian ini, sonografi dengan kontras dapat menggantikan sonografi pada pasien trauma dengan triase hemodinamik yang masih stabil.  Pemeriksaan ini sangat cepat (4-6 menit) dengan waktu yang diperlukan tidak terlalu lama. CT digunakan pada kasus yang tidak dapat ditemukan dengan menggunakan sonografi dengan kontras dan kecurigaan klinik karena cidera.
Dalam kesimpulan, penelitian kami menunjukkan sonografi dengan kontras dapat digunakan untuk mencari lesi pada pasien trauma dengan kecurigaan lesi parenkim. Sonografi dengan kontras tidak sepenuhnya dapat menggantikan CT, tetapi ini dapat mengurangi penggunaan CT sebagai metode untuk screening.
Sumber : Blunt Abdominal Trauma : Emergency Contrast-Enhanced Sonography for Detection of Solid Organ Injuries (AJR, 2006)



Kamis, 22 November 2012

fisiologi wanita


FISIOLOGI WANITA SEBELUM KEHAMILAN
DAN HORMON WANITA
By : Galih Dwi Jayanto, s.ked
FK UII Yogyakarta

Halooo semua, ketemu lagi dengan bacaan sehat doktercilix. Pasti banyak banget kan yang pengen tahu tentang wanita dan tralala trilili nya…simak simak simak yuuuuukkkkk 
Pada dasarkan fungsi reproduksi wanita dibagi menjadi dua tahap, tahap yang pertama mengenai bagaimana persiapan tubuh sang wanita untuk menerima pembuahan serta kehamilan dan tahap yang kedua adalah tentang bagaimana kehamilan itu sendiri.. di bacaan sehat kali ini doktercilix bahas yang tahap pertama dulu yahhh..

Sistem hormone wanita
·         Berasal dari hipotalamus : yaitu Gonadotropin realizing hormone (GnRH) . Hormon ini hanya meningkat dan menurun secara ringan dan sangat cepat dengan rata rata sekali setiap 1-3 jam selama siklus bulanan wanita
·         Sebagai respon dari keluarnya GnRH maka kelenjar hipofisis anterior akan mengeluarkan hormone juga yang bernama FSH (follicle stimulating Hormon) dan LH (Luteal- hormon). Nahhhhh hayooo pasti pada bertanya tanya ya, kenapa anak kecil itu belum menstruasi sampai umur rata2 11 tahun ? jawabannya karena pada anak anak hormone ini belum keluar sehingga ovarium dalam keadaan tidak aktif sehingga estrogen dan progesterone tidak ada dan tidak bekerja. Mulai usia 9-10 tahun hormone ini mulai di sekresi dan mencapai puncaknya ketika awal siklus bulanan wanita antara umur 11 sampai 16 tahun, yaitu masa pubertas. Siklus pertama menstruasi disebut menarke.
·         Akibat dari keluarnya FSH dan LH maka ovarium (indung telur) akan berespon mengeluarkan hormone estrogen dan progesteron. Kedua hormin ini adalah glikoprotein dengan berat melekul kira2 30.000. Nah perlu sobat sehat ketahui bahwa kedua hormone ini selain bekerja pada ovarium juga bekerja pada testis laki laki. Pada laki laki doktercilix bahas di bab lain yaa.. Pada siklus bulanan wanita baik FSH maupun LH dapat naik maupun menurun, hal inilah yang membuat terjadinya perubahan siklus ovarium.

PERTUMBUHAN FOLIKEL


Look at the picture above (ecieee)…. FSH dan LH merangsang sel target ovarium dengan cara berikatan dengan reseptor khusus pada membrane sel , kemudian mengaktifkan system second messenger adenosine monofosfat dilanjtkan dengan sintesis protein kinase. Pada waktu bayi perempuan lahir ovum masih terbungkus oleh sel sel granulose, nah folikel ini nih yang di sebut dengan folikel primordial. Fungsi dari lapisan granulose ini adalah member makanan pada ovum dan mensekresi factor yang menghambat pematangan oosit, dalam artian tetap pada fase primordial. Nah, ketika menjelang masa pubertas saat FSH dan LH mulai disekresi terjadi pertumbuhan awal folikel dan juga ovum serta lapisan granulose tambahan menjadi 2-3 kali diameternya. Inilah yang disebut dengan folikel primer. Nah, dalam referensi ni disebutkan masih mungkin tanpa FSH dan Lh suatu folikel berkembang menjadi folikel primer tapi tidak bisa lebih dari tahap ini. Pada beberapa hari sesudah dimulai menstruasi kadar hormone FSH dan LH mulai meningkat tetapi kadar hormone FSH meningkat lebih awal dan lebih besar di banding hormone LH. Hormon hormone ini, terutama FSH mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulannya. Efek awal dari FSH pada folikel primer adalah penebalan dari sel sel lapisan granulose dan juga pembentukan sel sel yang berbentuk seperti kumparan dan akhirnya berkumpul di luar lapisan granulose dan membentuk membrane baru alias teka. Teka terbagi menjadi 2 sublapisan, teka interna yang mempunyai etipel mirip dengan lapisan granulose mempunyai fungsi sebagai penyekresi hormone steroid, sedangkan teka eksterna akan berkembang menjadi kapsul folikel yang sedang tumbuh yang kayak akan vaskuler. Pertumbuhan ini dilanjutkan dengan di sekresikannya cairan folikuler oleh sel granulose sehingga membentuk antrum. Cairan folikuler ini kaya akan estrogen yang membuat folikel semakin berkembang dan menjadi folikel antral. Estrogen disekresi ke dalam folikel menyebabkan folikel memproduksi reseptor FSH semakin banyak dan terus seperti itu sehingga menjadi umpan balik positif terhadap hipofisis anterior. Nah, ketika si FSH dan estrogen semakin banyak memicu si LH juga bekerja pada folikel membuat folikel semakin berkembang dan menjadi folikel vesikuler. Dapat di simpulkan sekali folikel berkembang maka akan terus berkembang menjadi matur. Pada folikel matur ovum tetap menempel pada kutub folikel dan menyatu dengan lapisan granulose sehingga kesatuan ini sering disebut dengan cumulus ooferus. Seminggu setelah perkembangan folikel aka nada 1 folikel yang berkembang paling dominan sehingga folikel folikel lainnya akan mengalami atresia, yang sebabnya nih belum di ketahui (besok kalau doktercilix dah baca lagi pasti di infokan –tenang brooo). Folikel yang tumbuh cepat dan mencapai diameter 1-1,5 cm serta siap mengalami ovulasi lah yang di sebut dengan folikel matang.   
OVULASI
Ovulasi pada siklus menstruasi normal (28 hari) terjadi pada hari ke 14 dalam siklus (see picture). Tidak berapa lama sebelum terjadi ovulasi, dinding luar folikel membengkak dan menonjol seperti putting (stigma) kemudian cairan fulikuler akan mengalir keluar melalui stigma dan fokiler menjadi lebih kecil karena cairan keluar. Kemudian stigma akan robek lebih luas dan terjadi evaginasi cairan folikuler lebih kental yang dibarengi dengan ovum, cairan bersama ovum ini disebut dengan korona radiata. Ovulasi sangat bergantung dari hormone LH, tanpa hormone LH ovulasi tidak akan terjadi walaupun hormone FSH tersedia.
·         Teka eksterna (kapsul folikel) mulai mengeluarkan enzim proteolitik yang menyebabkan degenerasi stigma.
·         Terjadi vaskularisasi baru dan kemudian di keluarkan prostaglandin kedalam folikel yang menyebabkan vasodilatasi diikuti dengan transudasi folikel sehingga makin membengkak
·         Kedua mekanisme di atas saling bekerja sama sehingga akhirnya terjadi ovulasi
KORPUS LUTEUM – FASE LUTEAL
Sesudah ovulasi apa yang terjadi???penasaran kan? Next yaaa…. Jadi tuh, ketika si ovum dan keluar akhirnya teka dan lapisan granulose menjadi sel lutein oleh pengaruh hormone LH. Sel lutein menjadi lebih besar dan kekuningan karena terisi oleh inklusi lipid sehingga fase ini disebut luteinisasi. Akhirnya keseluruhannya disebut dengan korpus lutein. Eitsss, korpus lutein juga punya vaskularisasi lhooo..sel sel granulose dalam korpus lutein akan mengembangkan reticulum endoplasma yang akan membuat hormone estrogen dan progesterone tetapi lebih dominan hormone progesterone. Korpus luteum juga mengandung teka yang akan membentuk lebih banyak hormone androgen dari pada estrogen. Tetapi oleh lapisan granulose akan di konversi menjadi hormone seks wanita. Pada wanita normal korpus luteum akan berkembang dengan diameter menjadi 1.5 cm dalam 7 hari setelah ovulasi dan jika tidak terjadi fertilisasi korpus luteum akan berinvolusi dan menjadi koprus albican (karena kehilangan warna kekuningannya ) dalam 12 hari setelah ovulasi dan digantikan dengan jaringan ikat. Mengapa yah folikel yang tidak berovulasi tidak mengalami luteinisasi??? Karena pada cairan folikuler terdapat factor yang menghambat luteinisasi. Jika terjadi kehamilan maka peran LH akan di teruskan oleh korionik gonadotrotik yang dihasilkan oleh plasenta dan korpus luteum akan di pertahankan sampai 2-4 bulan umur kehamilan. Jika tidak dalam keadaan hamil korpus luteum akan mengeluarkan hormone inhibin terhadap hipofisis anterior sehingga korpus luteum mengalami involusi pada hari ke 26 siklus menstruasi. Akhirnya akibat dari involusi korpus luteum sehingga sekresi estrogen, progesterone dan inhibin menghilang sehingga sekresi FSH dan LH kembali normal. Sekresi hormone FSH dan LH tahap awal akan menyebabkan menstruasi dan diikuti oleh poliferasi folikel dalam ovarium.


fisiologi wanita


FISIOLOGI WANITA SEBELUM KEHAMILAN
DAN HORMON WANITA
By : Galih Dwi Jayanto, s.ked
FK UII Yogyakarta

Halooo semua, ketemu lagi dengan bacaan sehat doktercilix. Pasti banyak banget kan yang pengen tahu tentang wanita dan tralala trilili nya…simak simak simak yuuuuukkkkk 
Pada dasarkan fungsi reproduksi wanita dibagi menjadi dua tahap, tahap yang pertama mengenai bagaimana persiapan tubuh sang wanita untuk menerima pembuahan serta kehamilan dan tahap yang kedua adalah tentang bagaimana kehamilan itu sendiri.. di bacaan sehat kali ini doktercilix bahas yang tahap pertama dulu yahhh..

Sistem hormone wanita
·         Berasal dari hipotalamus : yaitu Gonadotropin realizing hormone (GnRH) . Hormon ini hanya meningkat dan menurun secara ringan dan sangat cepat dengan rata rata sekali setiap 1-3 jam selama siklus bulanan wanita
·         Sebagai respon dari keluarnya GnRH maka kelenjar hipofisis anterior akan mengeluarkan hormone juga yang bernama FSH (follicle stimulating Hormon) dan LH (Luteal- hormon). Nahhhhh hayooo pasti pada bertanya tanya ya, kenapa anak kecil itu belum menstruasi sampai umur rata2 11 tahun ? jawabannya karena pada anak anak hormone ini belum keluar sehingga ovarium dalam keadaan tidak aktif sehingga estrogen dan progesterone tidak ada dan tidak bekerja. Mulai usia 9-10 tahun hormone ini mulai di sekresi dan mencapai puncaknya ketika awal siklus bulanan wanita antara umur 11 sampai 16 tahun, yaitu masa pubertas. Siklus pertama menstruasi disebut menarke.
·         Akibat dari keluarnya FSH dan LH maka ovarium (indung telur) akan berespon mengeluarkan hormone estrogen dan progesteron. Kedua hormin ini adalah glikoprotein dengan berat melekul kira2 30.000. Nah perlu sobat sehat ketahui bahwa kedua hormone ini selain bekerja pada ovarium juga bekerja pada testis laki laki. Pada laki laki doktercilix bahas di bab lain yaa.. Pada siklus bulanan wanita baik FSH maupun LH dapat naik maupun menurun, hal inilah yang membuat terjadinya perubahan siklus ovarium.

PERTUMBUHAN FOLIKEL


Look at the picture above (ecieee)…. FSH dan LH merangsang sel target ovarium dengan cara berikatan dengan reseptor khusus pada membrane sel , kemudian mengaktifkan system second messenger adenosine monofosfat dilanjtkan dengan sintesis protein kinase. Pada waktu bayi perempuan lahir ovum masih terbungkus oleh sel sel granulose, nah folikel ini nih yang di sebut dengan folikel primordial. Fungsi dari lapisan granulose ini adalah member makanan pada ovum dan mensekresi factor yang menghambat pematangan oosit, dalam artian tetap pada fase primordial. Nah, ketika menjelang masa pubertas saat FSH dan LH mulai disekresi terjadi pertumbuhan awal folikel dan juga ovum serta lapisan granulose tambahan menjadi 2-3 kali diameternya. Inilah yang disebut dengan folikel primer. Nah, dalam referensi ni disebutkan masih mungkin tanpa FSH dan Lh suatu folikel berkembang menjadi folikel primer tapi tidak bisa lebih dari tahap ini. Pada beberapa hari sesudah dimulai menstruasi kadar hormone FSH dan LH mulai meningkat tetapi kadar hormone FSH meningkat lebih awal dan lebih besar di banding hormone LH. Hormon hormone ini, terutama FSH mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulannya. Efek awal dari FSH pada folikel primer adalah penebalan dari sel sel lapisan granulose dan juga pembentukan sel sel yang berbentuk seperti kumparan dan akhirnya berkumpul di luar lapisan granulose dan membentuk membrane baru alias teka. Teka terbagi menjadi 2 sublapisan, teka interna yang mempunyai etipel mirip dengan lapisan granulose mempunyai fungsi sebagai penyekresi hormone steroid, sedangkan teka eksterna akan berkembang menjadi kapsul folikel yang sedang tumbuh yang kayak akan vaskuler. Pertumbuhan ini dilanjutkan dengan di sekresikannya cairan folikuler oleh sel granulose sehingga membentuk antrum. Cairan folikuler ini kaya akan estrogen yang membuat folikel semakin berkembang dan menjadi folikel antral. Estrogen disekresi ke dalam folikel menyebabkan folikel memproduksi reseptor FSH semakin banyak dan terus seperti itu sehingga menjadi umpan balik positif terhadap hipofisis anterior. Nah, ketika si FSH dan estrogen semakin banyak memicu si LH juga bekerja pada folikel membuat folikel semakin berkembang dan menjadi folikel vesikuler. Dapat di simpulkan sekali folikel berkembang maka akan terus berkembang menjadi matur. Pada folikel matur ovum tetap menempel pada kutub folikel dan menyatu dengan lapisan granulose sehingga kesatuan ini sering disebut dengan cumulus ooferus. Seminggu setelah perkembangan folikel aka nada 1 folikel yang berkembang paling dominan sehingga folikel folikel lainnya akan mengalami atresia, yang sebabnya nih belum di ketahui (besok kalau doktercilix dah baca lagi pasti di infokan –tenang brooo). Folikel yang tumbuh cepat dan mencapai diameter 1-1,5 cm serta siap mengalami ovulasi lah yang di sebut dengan folikel matang.   
OVULASI
Ovulasi pada siklus menstruasi normal (28 hari) terjadi pada hari ke 14 dalam siklus (see picture). Tidak berapa lama sebelum terjadi ovulasi, dinding luar folikel membengkak dan menonjol seperti putting (stigma) kemudian cairan fulikuler akan mengalir keluar melalui stigma dan fokiler menjadi lebih kecil karena cairan keluar. Kemudian stigma akan robek lebih luas dan terjadi evaginasi cairan folikuler lebih kental yang dibarengi dengan ovum, cairan bersama ovum ini disebut dengan korona radiata. Ovulasi sangat bergantung dari hormone LH, tanpa hormone LH ovulasi tidak akan terjadi walaupun hormone FSH tersedia.
·         Teka eksterna (kapsul folikel) mulai mengeluarkan enzim proteolitik yang menyebabkan degenerasi stigma.
·         Terjadi vaskularisasi baru dan kemudian di keluarkan prostaglandin kedalam folikel yang menyebabkan vasodilatasi diikuti dengan transudasi folikel sehingga makin membengkak
·         Kedua mekanisme di atas saling bekerja sama sehingga akhirnya terjadi ovulasi
KORPUS LUTEUM – FASE LUTEAL
Sesudah ovulasi apa yang terjadi???penasaran kan? Next yaaa…. Jadi tuh, ketika si ovum dan keluar akhirnya teka dan lapisan granulose menjadi sel lutein oleh pengaruh hormone LH. Sel lutein menjadi lebih besar dan kekuningan karena terisi oleh inklusi lipid sehingga fase ini disebut luteinisasi. Akhirnya keseluruhannya disebut dengan korpus lutein. Eitsss, korpus lutein juga punya vaskularisasi lhooo..sel sel granulose dalam korpus lutein akan mengembangkan reticulum endoplasma yang akan membuat hormone estrogen dan progesterone tetapi lebih dominan hormone progesterone. Korpus luteum juga mengandung teka yang akan membentuk lebih banyak hormone androgen dari pada estrogen. Tetapi oleh lapisan granulose akan di konversi menjadi hormone seks wanita. Pada wanita normal korpus luteum akan berkembang dengan diameter menjadi 1.5 cm dalam 7 hari setelah ovulasi dan jika tidak terjadi fertilisasi korpus luteum akan berinvolusi dan menjadi koprus albican (karena kehilangan warna kekuningannya ) dalam 12 hari setelah ovulasi dan digantikan dengan jaringan ikat. Mengapa yah folikel yang tidak berovulasi tidak mengalami luteinisasi??? Karena pada cairan folikuler terdapat factor yang menghambat luteinisasi. Jika terjadi kehamilan maka peran LH akan di teruskan oleh korionik gonadotrotik yang dihasilkan oleh plasenta dan korpus luteum akan di pertahankan sampai 2-4 bulan umur kehamilan. Jika tidak dalam keadaan hamil korpus luteum akan mengeluarkan hormone inhibin terhadap hipofisis anterior sehingga korpus luteum mengalami involusi pada hari ke 26 siklus menstruasi. Akhirnya akibat dari involusi korpus luteum sehingga sekresi estrogen, progesterone dan inhibin menghilang sehingga sekresi FSH dan LH kembali normal. Sekresi hormone FSH dan LH tahap awal akan menyebabkan menstruasi dan diikuti oleh poliferasi folikel dalam ovarium.